BAKORNAS LAPENMI PB HMI: Manifesto 7 Tuntutan Pendidikan Nasional



LAPENMI.ID —Pendidikan adalah isntrumen strategis dalamkeberlanjutan suatu bangsa. Ia adalah alat transformasisosial dalam peningkatan sumber daya manusia, sertapembentuk karakter bangsa yang bermartabat. Dalamkonteks dinamika global, arah pendidikan nasional harusdikawal untuk memastikan keberlanjutan, keadilan danrelevasinya dengan kebutuhan zaman hari ini.

Muhardi selaku Direktur Eksekutif BAKORNAS LAPENMI PB HMI menyatakan bahwa Hari Pendidikan Nasional(Hardiknas) sejatinya bukan hanya momentum peringatan, melainkan waktu untuk mengevaluasi dan mengoreksiarah kebijakan pendidikan nasional. 


Segala sesuatu akankehilangan ruh gerak yang dinamis, ketika sebuahkemapanan dipelihara dan berusaha dilanggengkan tanpamenginkan perubahan. Ketika gerak pembaharuan, yang mengingingkan penyadaran internal telah dipasung, makatitik itulah sebenarnya kita memulai suatu fase kematian. 


Baca Juga: Ketidakpatuhan Administratif Perguruan Tinggi Swasta dan Dampaknya bagi Mahasiswa


Pada kondisi itulah kita membutuhkan proses refleksi, mesti bercermin menguliti kedirian dan menggugat dirisendiri. Seperti tubuh di dunia Pendidikan, ia mestiberkaca pada realitas dan meramu dunia pendidikan yang lebih berkualitas.


Sebagai bagian dari upaya memajukan pendidikannasional, Badan Koordinasi Nasional LembagaPendidikan Mahasiswa Islam (BAKORNAS LAPENMI) PB HMI menilai bahwa sistem pendidikan nasional saat inimengalami dekradasi serius baik secara moral, struktural, maupun ideologis.

a) Komersialisasi dan Privatisasi Pendidikan

Alih-alih menjadi hak dasar, pendidikan kini lebihmenyerupai komoditas. Perguruan tinggi negeri yang menjadi benteng, justru terjebak dalam logikakorporasi. Skema PTNBH (Perguruan Tinggi NegeriBerbadan Hukum). Uang Kuliah Tunggal (UKT) telahmengubah kampus menjadi korporasi. Rektor menjadiCEO, mahasiswa menjadi pelanggan. Riset diarahkanuntuk kepentingan industri, bukan untukmenyelesaikan persoalan rakyat. Ini adalah bentukliberalisasi pendidikan yang mengingkari amanatUUD 1945.

 

b) Ketimpangan Akses dan Kualitas

Siswa di Papua, NTT, dan pelosok Kalimantan masihberjuang dengan ruang kelas rusak dan minim guru. Sementara itu, sekolah elit di kota besar berlombamemamerkan fasilitas canggih. Negara abai dalammenjalankan prinsip pemerataan pendidikan, dan inimenciptakan kasta sosial baru berbasis aksesterhadap ilmu pengetahuan.

 

c) Pemerataan Guru dan ProfesionalismePendidikan

Distribusi guru yang tidak merata serta rendahnyakualitas pelatihan berdampak pada rendahnyakualitas pembelajaran. Program seperti PPPK belumsepenuhnya menyelesaikan akar masalah, karenatidak dibarengi dengan pembinaan dan evaluasisistemik. Guru-guru honorer masih diperlakukansecara diskriminatif, seolah menjadi pekerja rendahandalam sistem pendidikan nasional.

 

d) Pendidikan Gratis Hanya Ilusi

Konstitusi menjamin pendidikan sebagai hak setiapwarga negara. Namun dalam praktiknya, pendidikangratis hanya jargon kosong. UKT terus naik, pungutanliar di sekolah tetap marak, dan beasiswa disalurkansecara tidak merata. Negara gagal hadir untuk rakyatmiskin yang ingin mengenyam pendidikan tinggi. Padahal, pendidikan adalah alat mobilitas sosial, bukan komoditas ekonomi.

 

e) Program Makan Bergizi Gratis: Gimmick PopulisTanpa Akar

Program “Makan Bergizi Gratis (MBG)” yang digagaspemerintah pusat lebih menyerupai manuver politikelektoral daripada kebijakan strategis pendidikan. Alih-alih menyelesaikan akar persoalan seperti giziburuk sistemik, minimnya anggaran pendidikan, dankrisis fasilitas sekolah di daerah 3T program ini justrumenyedot anggaran besar tanpa arah yang jelas. Pendidikan yang bermutu tak cukup dengan nasibungkus: ia butuh sistem yang adil, guru berkualitas, dan kurikulum membebaskan.

 

f) Kurikulum yang Terputus dari Realitas Sosial

Kurikulum nasional masih jauh dari relevansi. Iadijejali oleh beban administratif, kompetisi semu, danstandar kapitalistik. Alih-alih mendorong pemikirankritis dan etika sosial, kurikulum justru menciptakanmanusia mekanis yang apatis. Kita butuh pendidikanyang membumi, membebaskan, dan membentukkarakter, bukan sekadar pencetak nilai.

 

g) Kampus dalam Cengkeraman Militerisme

Kehadiran TNI dan Polri di ruang-ruang kampusmerupakan bentuk pengkhianatan terhadap prinsipkebebasan akademik. Keterlibatan aparat dalamseminar, pengawasan organisasi ekstra, bahkanpenyusupan ke dalam BEM dan OKP, merupakanpraktik represif yang membungkam suara kritismahasiswa. Kampus bukan barak. Kampus adalahruang berpikir bebas, bukan arena intimidasi.


Dunia pendidikan, seperti tak henti-henti dirundung dukadan prahara. Bahkan, setumpuk persoalan pelikpendidikan di negeri ini seperti benang kusut yang sulitdiurai. Berangkat dari setumpuk persoalan tersebut, makamelalui momentum HARDIKNAS ini BAKORNAS LAPENMI PB HMI menyatakan MANIFESTO 7 TUNTUTAN PENDIDIKAN NASIONAL:


  1. Mendesak evaluasi total terhadap kebijakan PTNBH dan sistem UKT, serta menolak segala bentukkomersialisasi pendidikan.
  2. Menuntut pendidikan gratis dan berkualitas untukseluruh rakyat Indonesia, dari tingkat dasar hinggaperguruan tinggi, tanpa syarat ekonomi maupungeografis.
  3. Mendorong pemerataan guru, peningkatankesejahteraan, dan penguatan kompetensi pendidiksecara berkelanjutan.
  4. Menyerukan perlawanan terhadap segala bentukliberalisasi pendidikan yang mencabut hak belajarrakyat miskin.
  5. Menolak program populis “Makan Bergizi Gratis” jikatidak didukung kajian mendalam, perbaikan sistemgizi nasional, dan anggaran pendidikan yang layak.
  6. Mendorong kurikulum yang kontekstual, progresif, dan membebaskan, yang membentuk manusia kritis, bukan hanya pekerja yang patuh.
  7. Menolak keterlibatan TNI/Polri dalam urusan kampusdan pendidikan. Negara harus menghormati otonomiakademik dan kebebasan berpikir mahasiswa.

“Pendidikan adalah hak, bukan privilese. Pendidikanadalah alat pembebasan, bukan penjinakan. Jika negaragagal menyediakan pendidikan yang adil, makamahasiswa dan rakyat wajib bersatu untuk menuntutnya.”
Pangkas Muhardi selaku Direktur Eksekutif.

 

HARDIKNAS 02 MEI 2025


0 Komentar