Menguak Mitos Demokrasi



Kalau kita ingat kata demokrasi, kita selalu mengingat akan adanya sekolompok manusia yang senantiasa melaksanakan perilaku perundingan diatas ketentuan dan keputusan. Hal itu juga yang sering kita sebut sebagai adanya musyawarah sebelum terputuskannya sebuah kebijakan dan peraturan, tentu hal itu yang menyangkut banyak kepentingan masyarakat ataupun publik.

Namun, selain itu, kita juga perlu tau secara fundamental terlebih dahulu terkait demokrasi itu apa dan bagaiamana sistem yang dilakukan didalamnya, agar kita sebagai rakyat yang berbangsa dan bernegara, apalagi di Indonesia yang katanya menganut system demokrasi lebih bisa faham dan mengenal lebih jauh lagi perihal system yang kita pakai.

Sebab, ibaratkan kita seorang manusia yang belum mengenal jati diri, kita seringkali terombang-ambing oleh keputusan yang sama sekali tidak kita mengerti tentang dampak apa yang akan kita terima, dan resiko apa yang masyarakat umum rasakan dari hasil kebijakan yang dibuat, alhasil kita yang akan menjadi objek keputusan yang sama sekali tidak berpihak kepada kepentingan umum. Mari kita mengenal dan memahami lebih dekat tentang apa itu demokrasi secara utuh.

Pengertian Demokrasi

Demokrasi itu terdiri dari beragam jenisnya, namun apabila mengerucut kepada pengertiannya. Demokrasi adalah sebuah sistem pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Dalam sistem demokrasi, rakyat memiliki hak dan kebebasan untuk menentukan arah dan kebijakan pemerintahan melalui perwakilan yang mereka pilih. Demokrasi menjadi fondasi bagi terwujudnya kedaulatan rakyat, di mana suara dan aspirasi masyarakat menjadi penentu dalam pengambilan keputusan politik.

Secara filosofis juga disampaikan dalam karya tulisnya Reza A.A Wattimena (Red:Nilai-Nilai Dasar Demokrasi, Sebuah Telaah Demokratis). Demokrasi, secara harafiah, berarti pemerintahan yang dilakukan dengan menjadikan rakyat (demos) sebagai pemegang kekuasaan (kratos) tertinggi.

Dalam arti ini, secara formal, demokrasi dapat didefinisikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tentu saja, di dalam negara-negara berpenduduk kecil, demokrasi bisa berjalan secara langsung, di mana rakyat secara langsung menentukan apa yang baik untuk dirinya sendiri melalui mekanisme diskusi publik.

Namun, di negara-negara berpenduduk besar, seperti Indonesia, rakyat diwakili oleh orang-orang yang duduk di dalam perwakilan rakyat, dan mereka inilah yang memastikan, bahwa seluruh kerja pemerintahan mengacu pada kepentingan rakyat.

Dari sudut pandang ini, menurut Reza, demokrasi mengandalkan nilai-nilai moral tertentu di dalam prakteknya, seperti nilai kejujuran, keadilan, keterwakilan, dan keberpihakan pada kepentingan rakyat yang lebih tinggi, dan bukan pada kepentingan sebagian kecil kelompok ataupun golongan yang ada di masyarakat.

Kita juga akan mencoba mengenalnya dari salah satu perspektif tokoh cendekiwian Muslim Indonesia. Seperti yang tercatat dalam salah satu jurnal AlHarakah, ditulis oleh Mardian Idris Harahap dengan judul “Demokrasi dalam Pandangan Nurcholis Madjid”.

Dalam jurnal tersebut menyebutkan bahwa nurcholis, mengatakan ideologi demokrasi adalah suatu keharusan. Karena dilihat secara prinsipil nilai-nilai demokrasi itu dibenarkan dan didukung oleh semangat ajaran Islam.

Dia juga berpendapat kalau diperhatikan periode Al Khulafa’ Al Rasyidun, Islam telah memunculkan atau sudah menggambarkan suatu bentuk kehidupan politik modern, dimana adanya partisipasi politik rakyat yang universal dan sistem rekrutmen kepemimpinan atau suksesi berlandaskan pada talent (bakat) dan kecakapan pribadi, tanpa memandang keistimewaan yang diperoleh melalui hubungan famili (keluarga).

Nurcholish menyatakan bahwa periode Islam klasik telah menggambarkan citra masyarakat yang adil, terbuka dan demokratis sebagaimana yang dipaparkan dalam konsep modern mengenai masyarakat dan politik

Sejarah Demokrasi

Jika ditinjau dari sejarah, terutama yang terdapat dalam buku “Mencari Sosok Demokrasi, Sebuah Telaah Filosofis”, karya Frans Magnis Suseno, istilah demokrasi dikenal sejak abad ke-5 SM, dimana pada waktu itu telah terjadi monarki dan kediktatoran di negeri-negeri kota Yunani kuno dengan tidak adanya pemisahan kekuasaan,pada waktu itu, semua pejabat bertanggung jawab penuh kepada majelis rakyat.

Artinya, Pada masa itu, tidak ada pemisahan kekuasaan, seperti yang kita kenal dalam demokrasi modern, di mana legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpisah untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Sebagai contoh, seluruh pemerintahan di Athena pada waktu itu didominasi oleh satu kelompok penguasa atau pemimpin yang memiliki kontrol penuh terhadap kehidupan politik dan sosial. Semua pejabat bertanggung jawab langsung kepada majelis rakyat, yang masih terbatas pada warga negara laki-laki yang memiliki hak untuk memilih.

Nah, namun, cerita mulai berubah, saat terjadinya perubahan besar pada tahun 508 SM, ketika Kleisthenes, seorang pemimpin politik di Athena, melakukan reformasi pemerintahan yang signifikan. Reformasi ini dikenal dengan sebutan Reformasi Kleisthenes.

Kleisthenes memperkenalkan pembagian kota Athena menjadi beberapa distrik (sebuah wilayah administratif atau daerah yang memiliki batas-batas tertentu) yang disebut tribus, dan masing-masing distrik ini memiliki hak untuk memilih pejabat mereka sendiri. Hal ini membuka akses yang lebih luas kepada lebih banyak warga negara untuk berpartisipasi dalam pemerintahan.

Reformasi Kleisthenes ini adalah langkah awal menuju demokrasi langsung, di mana warga negara secara langsung terlibat dalam pembuatan keputusan politik, yang menjadi dasar bagi perkembangan sistem demokrasi di dunia modern. Meskipun sistem demokrasi di Athena kuno masih jauh berbeda dengan yang kita kenal sekarang, reformasi Kleisthenes memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran politik dan penyebaran ide-ide demokratis ke seluruh dunia.

Dengan demikian, Kleisthenes dapat dianggap sebagai salah satu pelopor demokrasi di dunia modern hingga saat ini, karena telah membuka jalan bagi partisipasi politik yang lebih luas bagi rakyat dalam pengambilan keputusan pemerintahan.

Sebagai bahan pengetahuan bagi kita semua tentang demokrasi, mengutip dari apa yang pernah disampaikan oleh filsuf dan penulis Yunani kuno yang hidup sekitar 427-347 SM, Plato. Dia mengatakan bahwa Demokrasi dalam bentuk pemerintahan itu dapat dibedakan dari beberapa jenis, diantaranya :
  1. Monarki, ialah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak
  2. Tirani, ialah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang dan untuk kepentingan pribadi.
  3. Aristokrasi, ialah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang dan dijalankan untuk kepentingan kelompok.
  4. Oligarki, ialah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang dan yang dijalankan untuk kepentingan kelompok.
  5. Demokrasi, ialah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
  6. Mobokrasi/Okhokrasi, ialah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat, tetapi rakyat tidak tau apa-apa.
Prinsip-Prinsip Demokrasi

Sebelumnya kita pasti pernah membayangkan, bahwa suatu system apapun itu, apabila bisa dijalankan dengan penuh amanah, penuh alasan yang mendasar dan pegangan landasan yang kuat, senantiasa akan menjadi suatu system yang tidak akan mudah roboh tergoyahkan oleh apapun rintangannya.

Sama halnya juga seperti Demokrasi, suatu system yang mendasari berdirinya republic Indonesia, adalah adanya system demokrasi. Kali ini kita akan mendekati pemahaman, prinsip-prinsip apa saja yang perlu kita ketahui saat berada dalam sebuah negara dengan system demokrasinya.

Menurut Jimly Ashidique, pada konsepsi demokrasi, di dalamnya terkandung prinsip-prinsip kedaulatan rakyat (democratie) sedangkan di dalam konsepsi negara hukum terkandung prinsipprinsip negara hukum (nomocratie), yang masing-masing prinsip dari kedua konsepsi tersebut dijalankan secara beriringan sebagai dua sisi dari satu mata uang.

Paham negara hukum yang demikian dikenal dengan sebutan “negara hukum yang demokratis” (democratische rechtsstaat) atau dalam bentuk konstitusional disebut constitutional democracy. Disebut sebagai “negara hukum yang demokratis”, karena di dalamnya mengakomodasikan prinsip-prinsip negara hukum dan prinsipprinsip demokrasi.

Dalam beberapa penelitian juga disebutkan, salah satunya dari Journal of Sharia, “Tantangan dan Prospek : Implementasi Prinsip-Prinsip Demokrasi dalam Hukum Tata Negara Indonesia”, disebutkan prinsip-prinsip demokrasi yaitu diantaranya :
  1.  Supremasi Hukum (Supremacy of Law). Adanya pengakuan normatif dan empirik terhadap prinsip supremasi hukum, yaitu bahwa semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi.
  2. Persamaan dalam Hukum (Equality before the Law) Setiap orang adalah sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan. Segala sikap dan tindakan diskriminatif adalah sikap dan tindakan terlarang, kecuali tindakan-tindakan yang bersifat khusus dan sementara untuk mendorong mempercepat perkembangan kelompok tertentu (affirmative action).
  3. Asas Legalitas (Due Process of Law) Segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis. Peraturan perundang-undangan tersebut harus ada dan berlaku terlebih dulu atau mendahului perbuatan yang dilakukan.
  4. Adanya pembatasan kekuasaan negara dan organ-organ negara dengan cara menerapkan prinsip pembagian kekuasaan secara vertikal atau pemisahan kekuasaan secara horisontal. Pembatasan kekuasaan ini adalah untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan mengembangkan mekanisme checks and balances antara cabang-cabang kekuasaan.
  5. Sebagai upaya pembatasan kekuasaan, saat ini berkembang pula adanya pengaturan kelembagaan pemerintahan yang bersifat independent, seperti bank sentral, organisasi tentara, kepolisian, dan kejaksaan. Selain itu, ada pula lembaga-lembaga baru seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Pemilihan Umum, Ombudsman, Komisi Penyiaran Indonesia, dan lain-lain.
  6. Peradilan bebas dan tidak memihak (independent and impartial judiciary) mutlak keberadaannya dalam negara hukum. Hakim tidak boleh memihak kecuali kepada kebenaran dan keadilan, serta tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun baik oleh kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan uang (ekonomi).
  7. Peradilan Tata Usaha Negara adalah bagian dari peradilan secara luas yang harus bebas dan tidak memihak, namun keberadaannya perlu disebutkan secara khusus. Dalam setiap negara hukum, harus terbuka kesempatan bagi warga negara untuk menggugat keputusan pejabat administrasi yang menjadi kompetensi peradilan tata usaha negara.
  8. Disamping Peradilan Tata Usaha Negara. Negara hukum modern juga lazim mengadopsi gagasan pembentukan mahkamah konstitusi sebagai upaya memperkuat sistem check and balances antara cabang-cabang kekuasaan untuk menjamin demokrasi. Misalnya, mahkamah ini diberi fungsi melakukan pengujian atas konstitusionalitas undang-undang dan memutus sengketa kewenangan antar lembaga-lembaga negara yang mencerminkan cabang-cabang kekuasaan negara yang dipisah-pisahkan.
  9. Adanya perlindungan konstitusional terhadap HAM dengan jaminan hukum bagi tuntutan penegakannya melalui proses yang adil.
  10. Bersifat Demokratis (Democratische Rechtsstaat). Dianut dan dipraktekkannya prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan, sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan mencerminkan perasaan keadilan masyarakat.
  11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (Welfare Rechtsstaat). Dalam konteks Indonesia, gagasan negara hukum yang demokratis adalah untuk mencapai tujuan nasional sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
  12. Adanya transparansi dan kontrol sosial terhadap setiap proses pembuatan dan penegakan hukum sehingga dapat memperbaiki kelemahan mekanisme kelembagaan demi menjamin kebenaran dan keadilan. Partisipasi secara langsung sangat dibutuhkan karena mekanisme perwakilan di parlemen tidak selalu dapat diandalkan sebagai satu-satunya saluran aspirasi rakyat.
Ini adalah bentuk representation in ideas yang tidak selalu inherent dalam representation inpresence. Oleh karena itu, negara hukum itu harus ditopang dengan sistem demokrasi. karena terdapat korelasi yang jelas antara negara hukum yang bertumpu pada konstitusi, dengan kedaulatan rakyat yang dijalankan melalui sistem demokrasi.

Dalam sistem demokrasi partisipasi rakyat merupakan esensi dari sistem ini. Akan tetapi, demokrasi tanpa pengaturan hukum akan kehilangan bentuk dan arah, sementara hukum tanpa demokrasi akan kehilangan makna.


Penulis : M. Rozien Abqoriy

0 Komentar