Yuda Varizal: Tanggung Jawab HMI di Era Digital Terhadap Demokrasi dan Pendidikan Politik

Penulis: Yuda Varizal, Wakil Sekretaris Umum PAO HMI Badko Riau-Kepri (Tanggung Jawab HMI di Era Digital Terhadap Demokrasi dan Pendidikan Politik)

Aktivis HMI, Yuda Varizal
POLITIK diera digital yang serba terbuka dan cepat tidak lagi hanya terjadi di ruang-ruang formal. Politik dan partisipasi demokrasi pada saat ini telah bertransformasi dan berkembang, sehingga setiap individu dapat berperan dalam mempengaruhi politik saat ini. 

Pada era digitalisasi saat ini, opini, komentar, dan konten kreatif di media sosial dinilai dapat mempengaruhi pandangan publik terhadap kondisi politik. 

Sehingga kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan, bagaimana peran pemuda terkhusus kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dalam menjawab keterbukaan akses politik di era digital dalam mengedukasi masyarakat agar tidak tersesat dan terpengaruh oleh informasi yang tidak benar yang bertujuan untuk mempengaruhi kondisi perpolitikan saat ini. oleh karena itu digitalisasi dalam pendidikan politik menjadi sangat penting namun juga memiliki tantangan yang besar.

Dalam buku Communication, Cultural, & Media Studies, yang ditulis John Hartley (2010), proses demokrasi yang berlangsung dalam dunia virtual dijuluki Cyberdemocracry/demokrasi digital, yang memanfaatkan ruang publik melalui internet, serta demokrasi hidup di dunia virtual dengan mediasi internet.

Demokrasi digital yang berjalan di Indonesia, menghadirkan dua dampak yang berbeda, yaitu melibatkan masyarakat dalm praktik penerapan konsep good governance dengan prinsip transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik. Demokrasi digital  telah membuka akses seluas-luasnya bagi publik untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik.

Hal yang terjadi belakangan seperti yang bisa kita lihat, praktik demokrasi digital ini juga menimbulkan masalah baru, yaitu praktik politik negatif sebagaimana tampak pada kampanye negatif yang terjadi ketika Pilpres dan Pilkada. Penggunaan media sosial dan media online lainnya dalam kampanye negatif seringkali hanya mengedepankan sisi negatif masing- masing pasangan calon.

Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi untuk gerakan masyarakat sipil pada tahun 2011 dinobatkan sebagai “Tahun Pemerotes” oleh time magazine karena didasari gerakan dari Tunisia, Indignadas dan Spanyol. Masyarakat yang ingin melakukan perubahan politik dengan pola pikir teknologi itu kemudian disebut John Postill (2014) sebagai kelompok Teknolog Pembebasan/Freedom Technologist.

Kelompok teknologi pembebasan seperti aktivis, pengacara, dan blogger ini berperan penting dalam menghancurkan rezim otoriter dibeberapa negara tersebut. Fenomena tersebut juga terjadi pada indonesia yaitu pada tahun 1994-2000 ketika internet mulai digunakan oleh gerakan prodemokrasi di Indonesia dan  berperan sentral untuk menggulingkan kediktatoran Soeharto (David T. Hill dan Krisna Sen, 2005)

Terkait pendidikan politik, internet dan digitalisasi juga memberikan dampak yang memberikan kemudahan terhadap akses informasi , berita, jurnal dan buku bisa didapatkan dengan mudah. pendidikan Politik juga bisa dikemas dengan cara yang menarik melalui konten di media sosial yang belakangan lebih banyak dikonsumsi oleh publik karena dinilai lebih mudah dipahami.

Namun hal ini juga bisa berdampak buruk ketika digunakan untuk memberikan informasi-informasi yang tidak benar atau hoax yang bisa menyebabkan kekacauan. Masih banyak masyarakat yang tidak teredukasi dan termakan berita yang tidka benar sehingga masyarakat dengan mudah dapat di adu domba. Penggunaan AI juga akhir-akhir ini ramai disalahgunakan di media sosial untuk menyebarkan informasi yang bertujuan untuk menciptakan kekacauan dimasyarakat.

Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa digitalisasi dalam lingkup demokrasi dan politik menjadi pengaruh besar terhadap kondisi demokrasi dan perpolitikan disebuah negara. Bisa dilihat beberapa tahun belakangan gerakan mahasiswa di Indonesia dipengaruhi besar oleh media sosial dan media berita online. Opini, Komentar dan konten media kreatif dinilai bisa menjadi alternatif gerakan dalam mempengaruhi publik ataupun kritik terhadap pemerintah. Namun disaat yang sama juga dapat menimbulkan dampak negatif apabila tidak adanya pengawasan dan penerapan nilai moral dalam digitalisasi demokrasi.

Kader HMI sebagai generasi muda tentu harus berperan dalam memanfaatkan digitalisasi demokrasi dimana politik sebagai bentuk tanggung jawab Kader HMI dalam menjawab persoalan umat dan bangsa. 

Adapun yang perlu dilakukan yaitu mendorong revisi terhadap regulasi yang berpotensi menghambat demokrasi digital dengan berlandaskan Hak Asasi Manusia. Pelatihan berbasis  kompetensi yang tidak hanya berfokus pada materi keislaman dan kebangsaan tetapi juga keterampilan digital. 

Melalukan Pendidikan politik terhadap generasi muda untuk menghasilkan literasi politik baik dan memanfaatkan teknologi komunikasi dengan baik dan bijaksana.

Dalam lingkup HMI, Digitalisasi memungkinkan HMI untuk menjangkau kader dan masyarakat secara lebih luas dan cepat. Melalui platform digital seperti media sosial, webinar, dan podcast, HMI dapat menyebarkan materi-materi pendidikan politik secara masif.

(***)

0 Komentar